Kamis, 05 Maret 2009

JALAN MENUJU IMAN (ALLAH SWT)

Jalan Menuju Iman: Allah Tuhanku

By heryhaldun

“Kenapa Tuhanku Allah? bukan Sang Budha Gautama yang disembah oleh orang Budha, atau Yesus Kristus tuhannya orang Kristen, atau Sang Hyang Widi yang dijadikan Tuhan oleh para penganut Kepercayaan ataupun Causa Prima,/Sang Maha Mutlak tuhannya sebagian para cendikiawan dan sebagian para filosof, atau, kenapa pula aku tidak menjadi orang ateis yang mengingkari adanya tuhan?”

Sekiranya terbetik pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita berkenaan dengan perkara diatas, hal itu merupakan sesuatu yang wajar dikarenakan itu adalah perkara akidah. Pertanyaan di atas terkesan sederhana, namun apabila kita kaji dan telusuri litelatur yang bertebaran di muka bumi ini, akan kita temukan para filosof, kaum cerdik pandai hingga para ulama yang ternyata energinya tersedot untuk mencoba menjawab pertanyaan diatas.

Adakah Tuhan?

Untuk menjawab mengapa tuhan itu Allah SWT, kiranya perlu dibuktikan terlebih dahulu benarkah tuhan itu ada?

Bukti bahwa segala sesuatu mengharuskan adanya Pencipta yang menciptakannya, sesungguhnya dapat diterangkan sebagai berikut:

Bahwa segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal, terbagi dalam tiga unsur, yaitu; manusia, alam semesta dan hidup (nyawa/biotik). Ketiga unsur ini bersifat terbatas, lemah, serba kurang, serta saling membutuhkan antara satu dengan lainnya.

Misalnya manusia. Manusia terbatas sifatnya, karena ia tumbuh dan berkembang sampai pada batas tertentu yang tidak dapat dilampuinya lagi. Karena itu, jelaslah bahwa manusia bersifat terbatas.

Begitu pula halnya dengan hidup (nyawa/biotik). Juga bersifat terbatas. Sebab, penampakannya bersifat individual semata. Bahkan, apa yang kita saksikan selalu menunjukkan bahwa hidup ini berakhir pada satu individu itu saja. Dengan demikian, jelas bahwa hidup itu bersifat terbatas.

Alam semesta pun demikian, memiliki sifat terbatas. Sebab, alam semesta merupakan himpunan dari benda-benda angkasa, yang setiap bendanya memiliki keterbatasan. Sedangkan himpunan segala sesuatu yang terbatas, tentu terbatas pula sifatnya. Jadi, alam semestapun bersifat terbatas. Kini jelaslah bagi kita bahwa manusia, hidup (nyawa/biotik) dan alam semesta, ketiganya bersifat terbatas.

Apabila kita melihat kepada segala sesuatu yang bersifat terbatas, bisa kita simpulkan bahwa ia tidak “azali”, tidak berawal dan tidak ber­akhir. Sebab bila ia bersifat azali, tentu tidak mempunyai keterbatasan. Dengan demikian jelaslah bahwa segala hal yang terbatas pasti diciptakan oleh ‘’sesuatu yang lain”. ”Sesuatu yang lain” inilah yang disebut Al Khaliq. Dialah yang menciptakan manusia, hidup dan alam semesta.

Siapakah Tuhan?

Manusia, hidup dan alam semesta bersifat terbatas. Sesuatu bersifat terbatas pastilah ada yang membuatnya. Sesuatu yang terbatas itu dinamakan dengan makhluk. Maka Manusia, hidup dan alam semesta adalah makhluk. Lalu siapakah yang menciptakan makhluk? Dia adalah sang Pencipta, Al Khalik.

Dalam menentukan keberadaan Pencipta ini akan kita dapati tiga kemungkinan.

Pertama, Ia diciptakan oleh yang lain.

Kedua, Ia mencip­takan diriNya sendiri.

Ketiga, Ia bersifat azali-tidak berawal dan berakhir- dan wajibul wujud –wajib adanya.

Kemungkinan pertama bahwa Ia diciptakan oleh yang lain adalah kemungkinan yang bathil, tidak dapat diterima oleh akal. Sebab, bila benar demikian, tentulah Ia bersifat terbatas, ada yang menentukan awalnya.

Begitu pula dengan kemungkinan kedua, yang menyatakan bahwa Ia menciptakan diriNya sendiri. Sebab, bila demikian berarti Dia sebagai makhluk dan Khaliq pada saat yang bersamaan. Suatu hal yang jelas-jelas tidak dapat diterima.

Yang tepat Al Khaliq ini haruslah bersifat azali dan wajibul wujud. Dan Islam menyebut Al Khalik ini dengan sebuah nama khusus yaitu Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar